Monday 9 June 2014

Tolong Pulangkan Anakku Secepatnya

PROLOG: Kisah ini terjadi di permulaan tahun 1981 silam. Sangat menyentuh. Ini juga bisa menggambarkan bagaimana awal mulanya warga Desa Gunungwuled dan sekitarnya banyak yang pergi merantau ke Ibukota Jakarta, dengan membawa segudang cita-cita. Di jaman Desa Jembangan dan Gunungwuled masih terisolasi dari dunia luar karena jalan raya dan moda transportasi yang mendukung belum tersedia, seorang wartawan Kompas datang untuk menyuarakan kepedihan hati seorang ibunda yang anaknya teraniaya di tanah perantauan lewat tulisan ini. Ambillah nilai-nilai positif dari kisah ini. Bukan untuk membuka luka lama, kami menyampaikan simpati untuk keluarga.

*****

"TOLONG Nak mintakan Saminah pulang secepatnya. Setiap malam saya menangis ingat kesusahannya. Salah apa Saminah sampai ia diperwasa (ditangani) majikannya. Saya belum lega kalau Saminah belum pulang ke sini."

Pesan ini datang dari Mbok Kaslam, Ibu dari Saminah. Gadis pembantu rumah tangga yang dipukul majikannya di Jakarta. (Kompas, Minggu 1 Februari 1981)

Rumah Mbok Kaslam terletak di Desa Jembangan, Kecamatan Punggelan, Kabupaten Banjarnegara. Rumah berupa pondok sederhana itu berada di puncak bukit terpencil dan sunyi. Persis di pinggir Kali Gintung yang memisahkan Kabupaten Purbalingga dan Banjarnegara. Saya menyebrangi Kali Gintung dan secara kebetulan bertemu dengan ibu tua yang sedih karena nasib anaknya itu.

Menurut tetangganya, Mbok Kaslam menangis bergulung-gulung ketika mendapat kabar bahwa Saminah mendapat susah karena dipukul majikannya. Kabar itu datang dari Tarmin, petugas sosial yang datang ke Jembangan untuk menceritakan tentang Saminah.

Maklum Mbok Kaslam adalah orang desa yang lugu dan sederhana. Jalan pikirannya lurus, anaknya pasti bersalah sampai dipukul majikannya. Ia tak mengandaikan hal lain, misalnya kesusahan anaknya justru disebabkan oleh majikan yang sewenang-wenang terhadap pembantunya.

"Saminah adalah anak rajin dan baik. Seumur hidupnya memecahkan satu piring pun belum pernah. Kaning apa ning kana tersinggung (kenapa di Jakarta ia mendapat susah)?" kata Mbok Kaslam. Kelihatan betapa sedih ia.

Luhe Nyong Gemrujug

Saminah sendiri anak bungsu dari empat bersaudara. Kakaknya, Jasmini namanya, juga pernah pergi ke Jakarta untuk bekerja sebagai pembantu. Tetapi, ia tidak kerasan karena gajinya sangat kecil. Maka ia balik ke Jembangan.

Ayah-ibu Saminah sebenarnya tidak mengizinkan Saminah pergi ke Jakarta. Tetapi, Saminah yang kesirihan (kena pengaruh) teman-temannya, nekat memutuskan pergi. Katanya, untuk cari uang dan pengalaman.

"Semalam sebelum ke Jakarta. Ia terus saya tangisi. Dan ketika Saminah menyebrangi Kali Gintung untuk berangkat cari kerja luhe nyong gemrujug (air mata saya terus berlinang). Sehari-hari saya tak dapat lupakan padanya," kata Mbok Kaslam.

Sebelum berangkat ke Jakarta, Saminah menjual kambing peliharaan seharga Rp 8.000. Dari uang itu ia membeli setengah gram emas. Kemudian emas itu dipinjamkan kepada Raminah, gadis Desa Gunung Wuled yang segera akan berangkat ke Jakarta. Janjinya, emas setengah gram itu akan dikembalikan menjadi dua gram bila Raminah sudah punya uang.

Raminah lalu berangkat ke Jakarta. Belum berselang lama Raminah sudah pulang dari desanya. Ia tertipu oleh pemuda Jakarta yang bersedia menjadi pacarnya. Sebagian miliknya diserahkan kepada pemuda itu. Tetapi, nyatanya semuanya dibawa lari. Waktu terjadi kasus Saminah, Raminah baru pulang dari Jakarta dengan sisa-sisa uangnya.

Keluarga Mbok Kaslam mendengar bahwa Ruminah pulang. Waktu itu mereka tidak mempunyai uang sama sekali. Maka terpaksa mereka minta agar Raminah mengembalikan pinjaman yang dulu diberikan Saminah kepadanya.

"Kebetulan Raminah mempunyai uang Rp 10.000. Dengan uang Rp 10.000 itulah kami berangkat menengok Saminah di Jakarta. Uang itu sebenarnya adalah uang Saminah. Hasil penjualan kambingnya. Tetapi terpaksa kami pakai karena tidak punya uang," kata Jasmini.

Ditengok Kakak

Dengan ditemani Mukri kakak iparnya, Jasmini memang sudah menengok Saminah ke Jakarta. "Saminah menangis terus ketika kami datang. Ia minta supaya kami tidak pulang. Tetapi kami tak ada persediaan uang, terpaksa ia kami tinggalkan," kata Jasmini. Jasmini berani pulang karena urusan Saminah katanya akan segera dibereskan ketua Rukun Warga setempat yang kini memang sedang mengamankan Saminah setelah ia "kena tangan" majikannya.

Jasmini berkata, Saminah bercerita kepadanya bahwa ia dinyos (ditempeli) setrika panas oleh majikannya, karena ia lupa mencabut aliran listrik sehabis menyetrika. Tangannya masih kelihatan bengkak dan hitam. "Kasihan Saminah mungkin hari itu ia benar-benar lupa, tetapi mengapa majikannya sampai tega ngenyos setrika di tangannya," kata Jasmini.

Tentu saja berita Saminah dinyos seterika itu makin menyedihkan Mbok Kaslam. "Nyong bisa jembong yen Saminah wis mulih (saya baru bisa ayem kalau Saminah betul-betul sudah pulang)," kata Mbok Kaslam yang malang itu.

Desa Jembangan dan sekitarnya sebenarnya tidak terlalu miskin. Tetapi banyak gadis-gadis setempat meninggalkannya. Alasannya karena beberapa "makelar" buruh rumah tangga datang menarik dan menawari pekerjaan bagi mereka. Tentu saja gadis-gadis tersebut terpikat dan coba-coba cari pengalaman di Jakarta.

"Beberapa gadis di sini pergi tanpa izin. Ketika pulang, mereka menjadi beban orangtuanya lagi. Misalnya, Mun****, Ma*** dan Su**, mereka pulang dalam keadaan hamil tanpa ketahuan siapa lelakinya. Saya kira pemerintah sudah membuat aturan agar penduduk desa yang bepergian harus membawa surat izin atau surat jalan dari lurahnya. Sering hal ini tidak diperhatikan, tetapi anehnya, mengapa pihak penampung bersedia menampung mereka? Padahal surat izin mereka tidak punya," kata Haji Malik Ibrahim, Lurah Gunung Wuled yang berseberangan dengan Desa Jembangan.

Tolong Nak

Kesedihan Mbok Kaslam adalah contoh kesedihan ibu dari desa yang ditinggalkan anaknya untuk menjadi pembantu di Jakarta. Andaikan para majikan di Jakarta tahu kesedihan mereka, barangkali mereka takkan seenaknya berbuat kasar terhadap pembantunya.

Mbok Kaslam sendiri tak terhenti-hentinya berpesan kepada saya agar Saminah secepatnya dipulangkan ke desanya. Mungkin ia tak tahan lagi menahan keresahan karena nasib malang yang menimpa anaknya. Ia tak bisa diyakinkan bukan Saminah yang salah tetapi majikannyalah yang terlalu kejam terhadap anaknya. Sebagai orang desa yang sederhana ia  selalu was-was, jangan-jangan anaknya lah yang sungguh-sungguh bersalah.

"Saya tidak mampu ke Jakarta untuk menengok Saminah. Karena saya tidak mempunyai uang lagi. Saya belum enak tidur dan terus sedih kalau belum melihat Saminah pulang dalam keadaan selamat kepada saya. Tolong Nak, pulangkan Saminah," pinta Mbok Kaslam.

Feature ini ditulis oleh Jimmy S. Harianto
Judul aslinya Tolong Pulangkan Saminah Secepatnya
Diterbitkan dalam buku Petruk Jadi Guru: Manusia & Kebatinan By Sindhunata.













Artikel terkait:

2 comments:

Anonymous said...

mantep banget jan mlbu ngati bar maca

Unknown said...

Hidup tak selalu indah

Post a Comment

Budayakan meninggalkan jejak di blog yang dikunjungi dengan memberikan komentar, terimakasih....

 
Desain diolah oleh Sofyan NH | Bloggerized by Ideaku Online | Gunungwuled