Monday 28 November 2011

Asal Usul Nama G-Wul Alias 'Jiwul'

Asal Usul Desa Gunungwuled
Komunitas G-Wul tempo doeloe


Kalau boleh aku ingin sedikit bernostalgia. Belakangan ini, aku baru sadar kalau kata G-Wul untuk menyebut Gunungwuled ternyata sudah demikian populer. Aku ingin berbagi sedikit cerita seputar nama itu. Bukan untuk mengklaim, aku malah bersyukur dengan semakin banyaknya pengunaan kata G-Wul berati semakin banyak yang tidak malu menunjukkan rasa cintanya pada Gunungwuled.

Tahun 2005 silam, ada beberapa anak dari Purbalingga yang kerap datang ke Gunungwuled. Salah satu yang masih kuingat namanya Marni, sisanya aku dah lupa. Mereka semua teman sekolahnya Yayah di SMEA Muhamadiyah Purbalingga. Sahabat-sahabat yang sekarang entah berada di mana. Mereka itulah yang awalnya menyebut Gunungwuled sebagai Jiwul karena tempatnya jauh banget dan di pinggir pula. Kesannya, tempat yang terisolasi dari peradaban. Tapi anehnya, mereka selalu ingin datang lagi ke desa Gunungwuled, seolah ada magnet yang menarik mereka. Itu diakui mereka.

Mereka sering kumpul bareng dengan kami anak-anak dari Gunungwuled. Seringnya penyebutan Jiwul, Jiwul dan Jiwul, akhirnya lama-lama kami pun ikut-ikutan menyebut diri Jiwul. Kami yang biasa berkumpul belakangan menyebut dirinya komunitas G-Wul, yang dibaca dengan pelafalan bahasa Inggris "Jiwul."

Di antara kami yang bisa kusebut namanya ada Nahir, Dedi alias Pancur, Afik, Sasno, Priyatno, Fajar, Afri, Udin Peax, Yayah dan lama-lama bertambah banyak yang sering ikut ngumpul. Kebetulan waktu itu, Steples Band lahir dan sempat beberapa kali pentas. Lahir pula buletin yang sudah dua kali terbit bernama G-Wul. Setelah buletin terbit, aku bisa merasakan bagaimana nama G-Wul mulai ada di mana-mana. Dari coretan di dinding atau sekedar penyebutan secara lisan, G-Wul seperti menggantikan nama desa Gunungwuled atau lebih tepatnya menyederhanakan. Apa ada yg pernah baca buletin itu?

Kami sering berkumpul. Suatu ketika, kami bikin jumper yang jumlahnya terbatas hanya 10 buah. Dan asal kamu tahu, ada aturan ketat yang diwanti-wanti dari awal bagi siapapun yang mengenakan kaos bertuliskan G-Wul itu. Aturannya, selama mengenakan kaos itu tidak boleh minum-minuman keras alias mabuk, tidak boleh mencuri dan tidak boleh berkelahi. Jadi jangan melihat dari penampilan yang kesannya angker. Kami berkelompok tapi bukan gerombolan, justru kami ingin menanamkan nilai-nilai yang lebih baik. 

Aturan itu benar-benar dipegang teguh, setidaknya di masa-masa awal. Aku benar-benar terkesan ketika ada yang melapor mereka nyaris berkelahi dengan salah satu anak yang mengenakan kaos itu waktu mabuk. Dan kaos itu akhirnya dilepas paksa dari dia. Aku juga takjub, menyadari bahwa mereka benar-benar merasa bangga mengenakan kaos itu dan menyebut dirinya G-Wul, yang berarti bangga dengan Gunungwuled. Sampai-sampai ada yang pagi dicuci siang kering langsung dipakai lagi. Ini benar-benar nyata.

Kami juga menunjukkan bukti dengan terbitnya buletin G-Wul yang mengangkat tema seputar desa. Di pengantar terbitan perdana, kami menulis "Gaul bagi kami adalah bagaimana bisa berkarya dan bermanfaat bagi orang lain." Mereka yang tergabung di Steples Band juga beberapa kali tampil dan mendapat respon positif dari masyarakat. Generasinya pun sekarang masih ada.

Terkadang, aku merindukan kembali komunitas itu. Terutama ketika posisiku berada sangat jauh dari desa. Masa-masa itu, kami sering ngeteh poci bareng dengan teh wajib bermerk Tong Tji sambil berdiskusi apa aja. Sempat juga buka puasa bersama di balai desa dengan mengundang waktu itu almarhum Pak Misrun Ikhwani sebagai kepala desa Gunungwuled. Pernah juga jalan-jalan ke Curug Bawahan. Yang jelas, selalu ada gitar dan nyanyian di setiap momen, selalu ada tawa, selalu ada keceriaan.

Di saat posisiku jauh dari semuanya, aku merindukan kalian semua. Untungnya sekarang ada teman-teman yang selalu mengobati kerinduanku. Sekarang aku juga punya komunitas dengan teman-teman Jemari G-Wul yang ga kalah dahsyat. Teman-teman yang selalu membawa keceriaan di dinding-dinding facebook dan komentar-komentar lucu. Walaupun kadang, aku suka tertawa sediri baca bahasa Jawa yang digunakan dan obrolan yang akhirnya ngelantur kemana-mana. Tapi justru itu yang membuatku tidak lupa lagi dengan bahasa asliku.  Terimakasih temans. Aku bangga pada kalian semua.

Diambil dari catatan di halaman Facebook, FansBlog Jemari G-Wul yang ditulis pada 16 Januari 2011


Artikel terkait:

0 comments:

Post a Comment

Budayakan meninggalkan jejak di blog yang dikunjungi dengan memberikan komentar, terimakasih....

 
Desain diolah oleh Sofyan NH | Bloggerized by Ideaku Online | Gunungwuled