Seorang teman memaksa saya berpikir keras untuk menjawab pertanyaan yang diajukannya. Saya akhirnya menyerah setelah beberapa saat tidak bisa menemukan satu pun jawaban. Pertanyaan dia sebenarnya sangat sederhana: "Permainan tradisional apa yang masih bertahan dari jaman kita masih anak-anak hingga sekarang?"
Sempat terlintas beberapa jenis permainan bocah laki-laki yang sebenarnya tidak bisa disebut tradisional seperti main kelereng, wayangan atau karet gelang. Tapi jawaban itu justru memunculkan keraguan-keraguan baru.
Apa sekarang masih ada toko yang berjualan kelereng? Wayangan atau di desaku disebut umbul juga sudah tidak diproduksi lagi. Begitu juga dengan karet gelang, sekarang cuma dipakai buat pengikat nasi bungkus. Anak-anak jaman sekarang tidak lagi melihat karet gelang sebagai sebuah mainan yang menarik. Saya tercenung.
Beberapa waktu yang lalu, saya melemparkan pertanyaan tentang permainan tradisional itu ke grup Facebook Jemari G-Wul, ruang diskusi komunitas Gunungwuled . Jawaban dari mereka yang terlahir pada periode 80-an hingga akhir 90-an atau berusia belasan tahun rata-rata masih mengingat sejumlah detil permainan tradisional yang biasa dimainkan di desa kami, Gunungwuled.
Jenis permainan tradisional itu di antaranya baron, cicipuri, du du blang (dug dug brah), komariyah, ce (petak umpet), jago kurung, cublek-cublek suweng, gaok petik dan kreweng. Sebagian permainan itu dimainkan sambil bernyanyi membuat suasana makin menghibur. Misalnya lagu dalam permainan komariyah: A: saya ini orang miskin komariyah-komariyah/B: saya ini orang kaya komariyah-komariyah/A: saya minta anak satu komariyah-komariyah/B: namanya siapa komariyah-komariyah/A: namanya (memilih salah satu nama dari grup B) komariyah-komariyah/B: kami antar ....... komariyah2.
Dahulu, permainan-permainan itu biasa dilakukan secara berkelompok di halaman sekolah saat jam istirahat, di pekarangan terbuka sepulang sekolah atau saat malam hari diterangi bulan purnama.
Yang disebut terakhir itu, sebelum aliran listrik masuk ke desa Gunungwuled, malam bulan purnama terasa begitu special bagi warga masyarakat. Orang-orang biasa keluar rumah untuk menikmati suasana malam yang benderang. Anak-anak bermain riang dengan segala jenis dolanan tradisional, muda-mudi saling bertemu dan para orang tua hanyut dalam canda gurau.
Apa sekarang masih ada segala keceriaan yang mengiringi berlangsungnya malam bulan purnama? Keistimewaan malam saat bulan bersinar penuh itu kini telah hilang. Begitu juga dengan permainan tradisional yang dahulu biasa dimainkan anak-anak kecil secara berkelompok bukan sendirian.
Sebagai pembandingnya, anak-anak jaman sekarang begitu tergila-gila dengan perangkat play station (PS). Mereka juga begitu akrab dengan berbagai jenis game yang tersedia dalam perangkat smartphone. Bagi yang melek internet sejak kecil sudah kecanduan dengan game online. Semua permainan itu cenderung dimainkan secara individual tanpa harus memiliki lawan main, karena lawannya adalah mesin.
Yang terbaru, komputer tablet berkembang pesat dan harganya semakin murah. Tablet diberikan orang tua kepada anak sebagai perangkat baru yang menyediakan berbagai fitur permainan. Pada beberapa kesempatan di daerah perkotaan, saya menjumpai orang tua yang sibuk berbelanja atau mengantri di bank, sedangkan anaknya menunggu sambil sibuk bermain dengan tabletnya tanpa peduli atau terganggu dengan keramaian orang-orang di sekitarnya.
Apa pelajaran yang bisa dipetik? Permainan tradisional yang biasa dimainkan berkelompok sebenarnya mengajarkan pada anak agar memiliki jiwa sosial. Sebaliknya permainan anak jaman sekarang yang mengandalkan teknologi dari berbagai perangkat elektronik cenderung membangun jiwa anak yang individualis dan asosial.
Tapi jika permainan tradisional ternyata lebih baik, apa masih ada anak-anak yang memainkannya? Atau justru sudah tidak ada lagi permainan tradisional karena semuanya sudah lupa. Saya memberi judul tulisan ini "Permainan Tradisional yang Masih Tersisa" karena berharap masih ada anak-anak di daerah tertentu yang masih memainkan permainan tradisional secara berkelompok. Atau ada sekolah-sekolah yang mengajarkan permainan tradisional ke siswanya agar permainan tradisional tetap lestari. (Sofyan)
0 comments:
Post a Comment
Budayakan meninggalkan jejak di blog yang dikunjungi dengan memberikan komentar, terimakasih....